Biografi Singkat Jenderal Soedirman yang Menginspirasi Presiden Prabowo

- Jurnalis

Selasa, 4 November 2025 - 22:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto jenderal Soedirman

Foto jenderal Soedirman

PROBOLINGGO,bolinggoNews.com – Di tengah kerapuhan awal Republik, saat peluru penjajah kembali mengoyak Ibu Pertiwi, ada satu nama yang menjelma menjadi simbol perlawanan, kehormatan, dan kegigihan abadi.

Dia adalah Jenderal Sudirman, panglima pertama dan termuda dalam sejarah Angkatan Bersenjata Indonesia.

Sosok yang lebih memilih bergulat di medan juang, bahkan ketika penyakit TBC telah merenggut satu paru-parunya, daripada berdiam di balik meja perundingan. Kisah perjalanan hidupnya adalah epik tentang keteguhan hati, dari seorang guru sederhana menjadi pemimpin militer tertinggi yang sangat dicintai.

Lahir pada 24 Januari 1916 di Desa Bantar Barang, Purbalingga, Jawa Tengah, Sudirman terlahir dari keluarga rakyat biasa dengan nilai-nilai keislaman yang kuat. Ayahnya, Karsit Kartowiroji, seorang pekerja pabrik gula, dan ibunya, Siyem.

Nasib membawanya diasuh oleh pamannya, Raden Cokro Sunario, seorang priyayi yang memberinya gelar Raden Sudirman.

Di bawah asuhan keluarga bangsawan, ia mendapat didikan etika dan tata krama priyayi, dipadukan dengan kesederhanaan dan pendidikan agama yang ketat sejak dini.

Kedisiplinan, kerajinan, dan kepeduliannya sudah terlihat sejak masa sekolah di HIS Cilacap dan MULO. Walaupun terpaksa berhenti dari MULO karena alasan ekonomi, ia tetap mencari ilmu, bahkan hingga masuk ke perguruan Parama Wiwowo di bawah naungan Taman Siswa yang menanamkan semangat kebangsaan.

Semangat kepemimpinannya terasah melalui keaktifan di organisasi kepanduan Muhammadiyah, bahkan terpilih menjadi pemimpin Pemuda Muhammadiyah di tingkat provinsi. Baginya, organisasi adalah pengabdian, bukan pencarian penghidupan.

Pendidikannya di Taman Siswa pada 1935, Sudirman memilih jalan sebagai guru di sekolah Muhammadiyah Cilacap. Gaji 3 golden per bulan tak menyurutkan semangatnya. Ia percaya bahwa pendidikan adalah cara membangun karakter dan generasi muda yang tangguh.

Baca Juga :  Hakim Pengawas Pastikan Putusan Pengadilan di Rutan Ksatria Berani Probolinggo

Menjelang pendudukan Jepang, hidupnya memasuki babak militer. Sekolah tempatnya mengajar ditutup dan dialihfungsikan menjadi pos militer. Pada 1944, ia bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Di sinilah kecerdasan dan ketegasan Sudirman dalam memahami strategi perang diakui, bahkan oleh pelatih Jepang. Setelah pelatihan, Sudirman menjabat sebagai Daidancho (Komandan Batalion) Kroya di Banyumas.

Ia menerapkan kepemimpinan yang disiplin namun humanis, selalu merangkul dan memotivasi pasukannya. Diam-diam, ia membangun jaringan perlawanan, menyadari bahwa keterampilan militer ini harus digunakan untuk membela bangsa, bukan kepentingan Jepang.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sudirman segera mengkonsolidasikan kekuatan di Banyumas.

Tantangan nyata datang saat Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk. Dengan latar belakang militernya, Sudirman diangkat sebagai Komandan Divisi 5 Banyumas.

Pasukan Sekutu mendarat dengan dalih melucuti Jepang, namun gelagat ingin menguasai kembali wilayah strategis terlihat jelas. Sudirman, yang saat itu baru berusia 29 tahun, memimpin langsung dengan strategi gerilya yang efektif.

Ia mengerahkan taktik pengabungan, mobilitas tinggi, dan serangan mendadak. Puncaknya pada 12 Desember 1945, serangan besar-besaran memaksa Sekutu mundur ke Semarang pada 15 Desember 1945.

Kemenangan gemilang ini membuat namanya melambung. Hanya sebulan setelah pertempuran, pada 12 November 1945, Sudirman terpilih sebagai Panglima Besar TKR di usia 29 tahun.

Ancaman Belanda untuk kembali menjajah memicu Agresi Militer Belanda I (1947). Sudirman yang sejak awal tidak menyukai jalur diplomasi yang dinilai merugikan, segera menginstruksikan strategi Perang Gerilya Rakyat Semesta.

Baca Juga :  Rakerda Dekranasda Jatim, dr Evariani Aminuddin Perkuat Branding Batik Kota Probolinggo

Tujuannya adalah menghindari pertempuran frontal yang tak seimbang dan menggunakan taktik hit and run di pedalaman.

Puncak perjuangan Sudirman terjadi saat Agresi Militer Belanda II (1948). Yogyakarta, yang saat itu Ibu Kota Republik, jatuh.

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta ditangkap. Meskipun dalam kondisi sakit parah—paru-parunya hanya tersisa satu karena TBC—Sudirman menolak menyerah.

Dengan tandu sederhana, ia meninggalkan Yogyakarta. Selama tujuh bulan, Sudirman memimpin Perang Gerilya di hutan dan pegunungan Jawa, melewati medan sulit dari Gunung Kidul hingga Pacitan. Ia memanfaatkan dukungan rakyat, yang menjadi mata, telinga, dan logistik bagi pasukan gerilya.

Tekanan internasional dan kegigihan perlawanan gerilya akhirnya memaksa Belanda kembali ke meja perundingan, menghasilkan Perundingan Roem-Roijen (1949) dan berakhir dengan Konferensi Meja Bundar (1949) di Den Haag, di mana Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.

Ia menolak turun gunung hingga Sri Sultan Hamengkubuwono IX memintanya kembali. Setibanya di Yogyakarta, ia sempat berniat mengundurkan diri sebagai protes atas hasil Perundingan Roem-Roijen, namun dicegah oleh Soekarno yang menyatakan lebih baik mereka yang mengundurkan diri.

Meski dirawat intensif di Magelang, penyakit TBC yang menggerogotinya sudah terlalu paruk. Pada 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman menghembuskan napas terakhirnya di usia 34 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta.

Jenderal Sudirman dikenang bukan hanya sebagai seorang panglima, tetapi sebagai simbol integritas, keberanian, dan pengabdian tanpa pamrih yang takkan pernah mati dalam sanubari bangsa Indonesia.

 

Penulis : De

Editor : Nos

Sumber Berita : Youtube

Berita Terkait

Pemkot Probolinggo Perkuat Pendidikan Inklusif, Ratusan Guru dan Orang Tua Dilatih Manfaatkan Hasil Asesmen ABK
DLH Kota Probolinggo Gelar FGD, Dorong Wisata Mata Air Berbasis Lingkungan
Gelar Jumat Berkah, BRI Unit Banyuanyar Bagikan Ratusan Sembako untuk Warga Prasejahtera
Buntut Banjir Sumatera: Menteri Kehutanan Didesak Mundur oleh Komisi IV DPR 
Wali Kota Probolinggo Pacu Percepatan Pembangunan 29 Gerai KKMP, Wujudkan Kemandirian Ekonomi Daerah
Kota Probolinggo Jadi Pelopor Pengawasan Bahasa Indonesia di Jawa Timur
Satpol PP Kota Probolinggo Gencar Razia Jaringan Ilegal, Tiang Provider Wi-Fi Dicabut Paksa
DPRD Kota Probolinggo Dukung Usulan FKUB, tentang Perda Kerukunan Umat Beragama 
Berita ini 25 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 6 Desember 2025 - 17:55 WIB

Pemkot Probolinggo Perkuat Pendidikan Inklusif, Ratusan Guru dan Orang Tua Dilatih Manfaatkan Hasil Asesmen ABK

Sabtu, 6 Desember 2025 - 09:59 WIB

DLH Kota Probolinggo Gelar FGD, Dorong Wisata Mata Air Berbasis Lingkungan

Jumat, 5 Desember 2025 - 09:09 WIB

Buntut Banjir Sumatera: Menteri Kehutanan Didesak Mundur oleh Komisi IV DPR 

Jumat, 5 Desember 2025 - 08:19 WIB

Wali Kota Probolinggo Pacu Percepatan Pembangunan 29 Gerai KKMP, Wujudkan Kemandirian Ekonomi Daerah

Jumat, 5 Desember 2025 - 07:35 WIB

Kota Probolinggo Jadi Pelopor Pengawasan Bahasa Indonesia di Jawa Timur

Berita Terbaru