PROBOLINGGO,bolinggoNews.com – Di tengah hiruk pikuk Jalan Suroyo, Kota Probolinggo, sebuah bangunan kuno berwarna terakota menyala berdiri anggun. Itulah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel.
Lebih dikenal sebagai Gereja Merah, ia bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah penanda sejarah kolonial, simbol keberlangsungan iman, dan saksi bisu denyut toleransi di kota pesisir ini.
Cagar Budaya Berusia 163 Tahun
Dinding tebal Gereja Merah yang memancarkan pesona Gotik ini pertama kali didirikan pada tahun 1862. Usianya kini mencapai 163 tahun.
Arsitekturnya yang unik konon menggunakan sistem knock down yang materialnya didatangkan langsung dari Eropa menjadikannya salah satu gereja tertua yang masih aktif di Jawa Timur, bahkan disebut memiliki kembaran satu-satunya yang kini telah beralih fungsi di Den Haag, Belanda.
Rahmat (45), seorang pedagang di sekitar Jalan Suroyo, menuturkan betapa ikoniknya gereja ini. “Sejak saya kecil, warnanya sudah merah begini. Kalau Natal atau Paskah, selalu ramai.
Tapi setelah itu, mereka kembali seperti biasa, berdampingan dengan masjid dan pertokoan di sini,” ujarnya.
Warna merah pada fasad bangunan, selain berfungsi sebagai lapisan pelindung baja dari korosi udara pantai yang lembap, juga diyakini membawa makna spiritual yang mendalam bagi jemaatnya.
Namun, fungsi esensial gereja ini tak lekang: menjadi rumah doa dan pusat komunitas.
Gereja Merah, yang beralamat di Jalan Suroyo 32, menjadi titik mula yang dikelilingi oleh beragam tempat ibadah Kristen lainnya.
Jarak yang berdekatan antara satu gereja dengan gereja lain, bahkan antar denominasi, menciptakan pola kerukunan yang khas Probolinggo.
Tak jauh dari situ, di Jalan Suroyo 102, berdiri Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Karmel, pusat peribadatan bagi umat Katolik.
Kehadiran kedua gereja besar ini dalam satu koridor yang sama mencerminkan kedekatan komunitas yang telah terjalin ratusan tahun.
Bergeser sedikit ke Jalan Cipto Mangun Kusumo 1, kita akan menemukan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW).
GKJW, dengan basis komunitas yang kental nuansa lokal, menjadi bukti bahwa kekristenan di Probolinggo juga berakar kuat pada budaya Jawa.
Beragam Aliran, Satu Kota
Keragaman itu tidak berhenti di situ. Di Probolinggo, berbagai denominasi gereja besar Indonesia juga memiliki jemaat yang aktif, mengukir peta spiritual kota:
Komunitas Pantekosta: Aliran Pantekosta, yang dikenal dengan kebaktiannya yang dinamis dan bersemangat, memiliki basis kuat. Sebut saja Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) dengan dua cabangnya di Jalan Letjen Suprapto, yakni GPDI Betlehem dan GPDI Mawar Saron.
Ada pula Gereja Bethel Indonesia (GBI) yang tersebar di Jl. Sugiono (GBI Syalom) dan Jl. WR Supratman (GBI Pondok Daud).
Gereja Lain: Kelompok lain seperti Gereja Advent di Jl. Panglima Sudirman 17, Gereja Kristen Abdiel (GKAA) di Jl. Dr. Sutomo 92, serta Gereja Kristen Terang (GKT) di Jl. Suroyo 19, turut menyumbang warna dalam mosaik kehidupan beragama.
Di balik nama dan arsitektur yang berbeda, semua tempat peribadatan ini memiliki satu benang merah: menjadi poros spiritual yang memelihara kehidupan iman jemaatnya.
Keberadaan Gereja Merah sebagai landmark historis yang dikelilingi oleh belasan gereja dari berbagai denominasi menjadi narasi yang menarik.
Narasi tentang bagaimana Probolinggo, sebagai kota dengan dinamika yang tinggi, tetap mempertahankan dan merayakan keragaman, menjadikannya contoh nyata dari persatuan dalam perbedaan yang hidup berdampingan di tengah Jawa Timur.
Penulis : De
Editor : Nos
Sumber Berita : Berbagai sumber









