Jakarta, bolinggoNews.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat dengan Menteri Kehutanan (Menhut) kemarin berlangsung panas dan penuh interupsi. Kamis, 4 Desember 2025.
Agenda utama pembahasan ihwal banjir dan longsor parah di tiga provinsi—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan—justru dinilai melenceng oleh sejumlah anggota Dewan.
Anggota Komisi IV, Usman Husein, menjadi penyerang pertama yang menuding paparan Menteri tidak to the point. Ia merasa presentasi yang disajikan Menhut melebar ke mana-mana, alih-alih fokus pada penanganan korban dan pemulihan lahan gundul yang menjadi biang kerok bencana.
“Penjelasan Pak Menteri melebar ke mana-mana. Seharusnya ini Pak Menteri fokus. Kasihan korban jiwa di sana,” sergah Usman dengan nada tinggi.
Usman tak berhenti di situ. Ia lantas menyeret kinerja dan sensitivitas Menteri di lapangan. Dengan terang-terangan, ia menuding sang Menteri tidak memiliki hati nurani.
“Ngeri saya ikuti perjalanan Pak Menteri waktu ke NTT.
Saya minta Pak Menteri aja ke Mutis. Padahal itu bakal akan terjadi seperti Sumatera. Pak Menteri pilih persiar ke Rote? Apa-apaan ini?” kecamnya, merujuk pada dugaan kunjungan non-esensial saat wilayah lain membutuhkan perhatian darurat.
Ia mendesak agar Menteri tidak melempar tanggung jawab ke rezim terdahulu dan segera membeberkan detail rencana, seperti target penanaman ulang dan nasib pohon berdiameter 2 meter yang telah tumbang.
Usman bahkan melontarkan ultimatum,
“Kalau Pak Menteri enggak mampu, mundur aja Pak Menteri”
Kritik pedas berlanjut dari Anggota Komisi IV lainnya, Sturman Panjaitan. Ia setuju bahwa judul undangan RDP tidak sejalan dengan isi paparan yang disajikan.
“Judulnya hari ini adalah terkait dengan banjir dan longsor di tiga provinsi. Saya belum lihat Bapak memaparkan apa penyebab banjir yang sekarang terjadi,” tandas Sturman, menyentil Menhut yang hanya menyebut curah hujan dan iklim tanpa memberikan diagnosis spesifik.
Sturman juga mempertanyakan data deforestasi yang disajikan Menhut. Dalam slide presentasi, disebutkan bahwa angka deforestasi di tiga provinsi terdampak bencana—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan—justru mengalami penurunan pada tahun 2025.
“Masyaallah turun, Pak. Kayak mana turunnya itu, Pak? Bapak katakan turun sekian persen… Siapa yang nanam? Terus siapa yang nanam setahun ini, Pak?” gugatnya, meminta bukti konkret lokasi penurunan tersebut.
Kelemahan data tersebut makin kentara ketika Sturman mengutip rekan sejawatnya, yang menyebutkan bahwa banjir justru terjadi setelah adanya klaim penurunan deforestasi.
“Justru yang Bapak kata penurunan itu malah banjir. Masyaallah luar biasa ini. Di saat penurunan, di situlah berlapu. Kalau dengan logika itu, kalau gitu jangan kita turunkan [deforestasinya], Pak! Biar aja begitu supaya enggak banjir,” sindirnya tajam.
Komisi IV mendesak Menteri agar tidak lagi bermain “angka-angka di atas kertas” dan harus menjelaskan secara runut:
Apa penyebab pasti banjir di tiga provinsi tersebut?
Bagaimana solusi formula terbaik, termasuk anggaran, untuk mengatasi banjir, bukan sekadar cerita izin penggunaan hutan di masa lalu?
Rapat ditutup dengan penekanan bahwa Komisi IV membutuhkan solusi komprehensif, bukan pemaparan yang menjurus pada alokasi anggaran tanpa rencana aksi yang jelas.
Penulis : Id
Editor : Nos
Sumber Berita : DPR RI









