PROBOLINGGO, bolinggoNews.com – Drama sengketa dana talangan pembangunan jalan desa di Ledhokombo, Kabupaten Probolinggo ini memasuki babak baru.
Pertikaian antara Kepala Desa Masaendi dan warganya, Susnan, yang memuncak ke meja hijau, tak lagi dapat dihindarkan.
Pasalnya, Rp 227 juta uang pribadi Susnan yang digelontorkan untuk menalangi proyek jalan pada April 2022, kini tak kunjung kembali.
Susnan, warga Ledhokombo, Kecamatan Sumber, merasa ditelikung oleh kepala desanya sendiri. Ia menuding Masaendi ingkar janji.
Perjanjian tertulis, hitam di atas putih, yang diteken kedua pihak sudah gamblang mengatur dana talangan itu akan diganti setelah pengerjaan rampung, bersumber dari iuran warga. Jika iuran tak mencukupi, Kepala Desa wajib menutupi kekurangan tersebut.
“Dalam surat perjanjian itu sudah jelas, kalau tidak ada dana iuran, kades bertanggung jawab penuh. Tapi sampai sekarang tidak ada penggantian,” ujar Susnan, usai mediasi buntu di Kantor Inspektorat Pemkab Probolinggo.Senin (17/11/25).
Susnan mengaku inisiatif pinjaman ini justru datang dari kantor desa.
“Dia (Kades) hampir setiap malam datang ke rumah, meminta saya menalangi dulu biaya pembangunan,” imbuhnya.
Namun, Masaendi, Kepala Desa Ledhokombo, punya narasi yang berbeda. Ia menolak mentah-mentah tuduhan itu.
Alih-alih mengakui utang, Masaendi memilih berlindung di balik peran fasilitator.
“Itu kan dana pribadi Pak Susnan. Kenapa harus diganti kepada saya? Saya hanya menjembatani,” kilahnya.
Masaendi bahkan mengambil langkah defensif yang agresif. Ia berdalih jalan yang dibangun itu adalah jalan kabupaten, bukan proyek yang menjadi tanggung jawab desa.
Jawaban ini justru menimbulkan pertanyaan baru tentang dasar hukum perjanjian yang ia tandatangani. Masaendi tak gentar menghadapi ancaman hukum.
“Kalau masih tidak terima, ya jalan itu dibongkar saja. Kalau mau lanjut ke jalur hukum, silakan. Etikad saya hanya sebatas memfasilitasi,” tantangnya.
Agus Hermanto dari Ormas Squad Nusantara, pendamping hukum Susnan, melihat ini sebagai indikasi serius.
“Surat perjanjian itu ditandatangani sadar dan resmi, tapi kades justru mengelak. Kami nilai ini berpotensi penyalahgunaan wewenang,” tegas Agus.
Ia mendesak Inspektorat Kabupaten Probolinggo untuk bertindak cepat, sebab persoalan ini bukan lagi sekadar utang-piutang, melainkan menyangkut integritas dokumen resmi desa yang disalahgunakan untuk transaksi privat.
Sementara itu, Karyono, warga desa lainnya, berharap Bupati Haris turun tangan.
“Yang dibangun itu jalan kabupaten. Kami berharap Bupati Haris bisa memberi perhatian agar ada solusi yang adil,” katanya.
Penulis : De
Editor : Nos
Sumber Berita : Bolinggonews.com









