PROBOLINGGO,bolinggoNews.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Probolinggo akhirnya menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Raperda APBD) Tahun Anggaran 2026.
Namun, persetujuan itu didapat dengan berderet catatan merah dan kritik tajam dari hampir seluruh fraksi, mulai dari soal perencanaan proyek infrastruktur tanpa dokumen dasar hingga polemik pemotongan anggaran insentif guru mengaji.
APBD 2026 ini sendiri dirancang dengan kebijakan fiskal ekspansif atau defisit untuk memacu perekonomian daerah. Fraksi PKB mencatat, defisit anggaran mencapai Rp 49,275 miliar.
Fraksi PKS, NasDem, PDI Perjuangan, PKB, dan GEMBIRA kompak menyetujui Raperda, namun mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) untuk serius menindaklanjuti semua rekomendasi.
Berikut adalah sejumlah isu fundamental yang menjadi sorotan utama fraksi-fraksi di Paripurna:
1. Proyek Tanpa Desain Dasar (DED) Jadi Temuan Vital
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melancarkan kritik paling tajam terkait kelemahan perencanaan anggaran.
PKS menyoroti alokasi dana rehabilitasi saluran pematusan Jalan Hos Cokroaminoto senilai Rp 5,5 miliar (setelah disesuaikan Banggar) yang diajukan tanpa didukung Dokumen Engineering Detail Design (DED) dan Feasibility Study (FS).
PKS mewanti-wanti, penganggaran tanpa DED dan FS ini berisiko tinggi menimbulkan kesalahan teknis, pemborosan, dan ketidaktepatan sasaran. Fraksi PKS dengan tegas meminta Pemda wajib menyusun DED/FS terlebih dahulu sebelum memasukkan paket pekerjaan strategis ke dalam APBD.
Senada, Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan agar semua pelaksanaan proyek infrastruktur oleh Dinas PUPR dilakukan pada awal tahun 2026. Hal ini untuk mencegah penumpukan kegiatan di akhir tahun yang berujung pada serapan anggaran tidak optimal dan kualitas bangunan yang kurang maksimal.
2. Anggaran Sosial dan Pendidikan: Guru Ngaji Jadi Prioritas
Isu honorarium guru ngaji menjadi perhatian lintas fraksi. Fraksi PKS dan PDI Perjuangan secara terpisah meminta Pemkot agar tidak mengurangi bahkan bila perlu menambah anggaran insentif untuk Guru Ngaji.
PKS menyoroti adanya penurunan insentif Guru TPQ (ngaji) yang semula Rp 500 ribu menjadi Rp 250 ribu. Fraksi ini meminta agar anggaran tersebut dikembalikan seperti semula.
PDI Perjuangan dengan tegas meminta Pemda untuk tidak mengurangi anggaran honor Guru Ngaji, mengingat peran mereka yang vital dalam pembinaan moral dan karakter generasi muda.
GEMBIRA menyoroti penurunan drastis Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) untuk sekolah swasta, khususnya jenjang SD dan SMP. Fraksi ini khawatir kebijakan pencabutan BOSDA bagi sekolah yang tidak membebankan iuran akan memicu kegelisahan hingga gejolak di masyarakat.
Fraksi PKS juga mendesak agar alokasi APBD 2026 menjadikan dukungan pengembangan pondok pesantren sebagai prioritas.
3. Pemborosan dan Pengawasan
Beberapa fraksi menyoroti efisiensi anggaran dan potensi penyimpangan.
PKB meminta agar anggaran operasional rumah tangga untuk Kepala Daerah (lebih dari Rp 3 miliar) dan Wakil Kepala Daerah (lebih dari Rp 1,4 miliar) dirasionalisasi.
Hal ini untuk menghindari kesan pemborosan dan memastikan adanya standar pengalokasian yang jelas.
PKS mengkritisi anggaran PKK sebesar Rp 3,9 miliar. Fraksi ini meminta agar anggaran tersebut memiliki indikator kinerja yang terukur dan tidak didominasi oleh kegiatan yang bersifat seremonial atau kegembiraan sesaat.
PKB juga mendesak percepatan transformasi digital dalam administrasi, pajak daerah, perizinan, dan pelayanan kesehatan, yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan mengurangi potensi penyimpangan.
4. Pemerataan Pembangunan dan Program Lain
Terdapat pula kritik mengenai pemerataan dan efektivitas program daerah:
Fraksi PKS mengeluhkan pembangunan infrastruktur yang selama ini terpusat di wilayah utara (seperti Alun-alun), dan meminta perhatian yang adil bagi wilayah selatan.
Perbaikan jalan dan saluran air di seluruh wilayah kota, termasuk di daerah padat seperti Mastrip dan Citarum Indah, harus diperhatikan serius.
NasDem meminta agar pengembangan pariwisata Kota Probolinggo diubah. Pariwisata tidak seharusnya hanya bergantung pada event-based, tetapi dikembangkan melalui konsep destinasi berkelanjutan yang benar-benar berdampak ekonomi bagi masyarakat.
PKS juga mempertanyakan program Hibah Tosa (motor roda tiga) pengangkut sampah karena belum adanya regulasi atau SOP pengelolaan yang jelas, sehingga berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Fraksi Gembira mendorong Pemkot mendukung revitalisasi GOR A. Yani dan mengalokasikan anggaran Rp 150 juta untuk DEKOPINDA guna mengoptimalkan kinerja Koperasi Merah Putih.
Meskipun diwarnai adu argumen dan kritik, seluruh fraksi sepakat untuk menyetujui Raperda APBD 2026 menjadi Peraturan Daerah, dengan catatan bahwa seluruh kritik, saran, dan penegasan yang disampaikan wajib menjadi perhatian serius oleh Pemerintah Kota Probolinggo.
Penulis : De
Editor : Nos
Sumber Berita : Bolinggonews.com















