Sejarah VOC, Kongsi Dagang Raksasa Dunia yang Akhirnya Karat Digerus Korupsi

- Jurnalis

Jumat, 21 November 2025 - 19:25 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar ilustrasi pasukan VOC

Gambar ilustrasi pasukan VOC

PROBOLINGGO,bolinggo.News.com – Berawal dari ambisi sederhana sekelompok pedagang Belanda mencari untung di jalur rempah, VOC tumbuh menjadi korporasi raksasa yang menguasai sebagian besar wilayah Asia, termasuk Nusantara, selama hampir dua abad.

VOC bukan sekadar perusahaan biasa. Berbekal piagam khusus dari Pemerintah Belanda, mereka dianugerahi hak istimewa (oktrooi) yang menjadikannya kekuatan de facto negara: boleh mencetak uang, memiliki tentara dan kapal perang, mendirikan benteng, menandatangani perjanjian, bahkan menyatakan perang. Kekuatan inilah yang menjadi kunci dominasi mereka.

VOC juga menjadi pionir penting dalam sejarah ekonomi modern. Didirikan pada 20 Maret 1602, VOC adalah perusahaan join-stock pertama di dunia yang menjual saham kepada publik, menciptakan sistem investasi modern yang memungkinkan mereka mengumpulkan modal awal sebesar 6,4 juta golden setara hingga Rp2 triliun dalam estimasi nilai masa kini.

Lalu, bagaimana VOC mencapai puncak kejayaan yang luar biasa itu, dan mengapa kongsi dagang yang begitu kuat akhirnya hancur?

Lahirnya VOC: Dari Persaingan Sengit ke Kekuatan Bersatu
Sebelum VOC berdiri, Eropa, terutama Belanda, dilanda ‘Perang Rempah-Rempah’. Kota-kota dagang Belanda terancam oleh monopoli Portugis dan Spanyol (Uni Iberia), yang saat itu sedang berperang dengan Belanda.

Kondisi ini membuat para pedagang Belanda nekat mencari jalur rempah sendiri.

Ekspedisi Perintis: Tokoh seperti Cornelis de Houtman (1595) dan Jacob van Neck (1598) membuktikan bahwa pelayaran langsung ke Asia, khususnya Kepulauan Rempah (Maluku), sangat menguntungkan. Ekspedisi Van Neck bahkan mencatatkan keuntungan hingga 400%.

Ancaman dan Konsolidasi: Keberhasilan ini justru melahirkan masalah baru. Terlalu banyak perusahaan dagang Belanda yang saling bersaing, menekan harga beli di Asia, dan menyebabkan kerugian. Belum lagi risiko pelayaran, pembajakan, dan ancaman dari pesaing Eropa lainnya seperti East India Company (EIC) milik Inggris yang berdiri tahun 1600.

Ide Brilian: Politikus dan pengacara Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan agar semua pedagang bersatu dalam satu perusahaan saham.

Tujuan utamanya: mengurangi persaingan, mengontrol pasokan dan harga, serta membiayai perang Belanda melawan Spanyol.

Tanggal 20 Maret 1602, VOC resmi didirikan.

Strategi Koin dan Puncak Hegemoni
Setelah didirikan, VOC segera menunjukkan taringnya.

Baca Juga :  Ribuan Warga Padati Batik in Motion 2025, Batik Kanekrembang Resmi Jadi Identitas Kota Probolinggo

Setelah keberhasilan menyita kapal dagang Portugis yang setara dengan 50% modal awal, VOC memindahkan pos perdagangan permanen mereka dari Banten ke Jayakarta (1611).

Namun, dominasi VOC baru benar-benar terwujud di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (1619).

Pendirian Batavia: Coen menyerang Jayakarta, mengusir Kesultanan Banten, dan dari puing-puingnya mendirikan Batavia (1619), yang menjadi markas besar VOC dan pusat kekuasaan di Asia.

Monopoli Berdarah: Coen melancarkan serangan brutal ke Kepulauan Banda (pusat pala), membantai penduduk lokal untuk menciptakan perkebunan pala yang dikelola langsung oleh Belanda, memuluskan monopoli rempah-rempah.

Mengusir Pesaing: Puncaknya adalah Pembantaian Amboina (1623), di mana 10 pedagang Inggris dieksekusi atas tuduhan konspirasi. Insiden ini secara efektif memaksa EIC Inggris menarik diri dari Indonesia dan fokus ke India.

Sistem Perdagangan Intra-Asia
Coen juga mengatasi masalah VOC yang kekurangan emas/perak (komoditas yang diminati Asia). Ia menciptakan sistem perdagangan inter-asia (antar negara Asia):

Membawa perak dari Jepang (melalui pos dagang Dejima) dan menukarnya dengan sutra/kapas dari India dan Tiongkok.

Barang-barang ini dijual kembali di Asia, dan keuntungannya digunakan untuk membeli rempah-rempah di Nusantara yang kemudian dikirim ke Eropa.

Strategi ini membuat VOC tidak perlu terus-menerus mengirim emas dari Belanda, memperkuat posisi mereka sebagai pengendali perdagangan di seluruh benua Asia.

Ekspansi ke India dan Afrika
Walau sempat gagal di Tiongkok dan Vietnam, VOC berhasil menyingkirkan Portugis dan memonopoli kayu manis dengan merebut Kolombo, Srilanka (Ceylon) pada 1658.

Untuk mendukung pelayaran panjang, VOC mendirikan pos suplai di ujung selatan Afrika, yang kelak berkembang menjadi Koloni Cape (Tanjung Harapan) pada tahun 1652.

Pada akhir abad ke-17, VOC mencapai puncak kejayaan: memiliki lebih dari 150 kapal dagang, 40 kapal perang, 10.000 pasukan, dan membagikan dividen hingga 40% menjadikannya perusahaan swasta terkaya dalam sejarah.

Kehancuran: Korupsi, Utang, dan Perubahan Pasar

Sejak paruh akhir abad ke-17, fondasi VOC mulai goyah akibat serangkaian masalah internal dan eksternal.

Guncangan Ekonomi di Asia

Pembatasan Logam Mulia Jepang (1670-an): Kebijakan Keshogunan Tokugawa membatasi ekspor emas dan perak. Ini menghantam strategi inter-asia VOC karena mereka kehilangan sumber utama loga mulia untuk membeli komoditas lain.

Baca Juga :  Polres Probolinggo Kota Ringkus Jaringan Narkoba, 10 Pelaku Diamankan 

Kehilangan Taiwan (1662): Kekalahan dari Jenderal Tiongkok, Koxinga, membuat VOC kehilangan akses penting ke pasar sutra Tiongkok.
Kegagalan Militer dan Perubahan Pasar

Biaya Militer Tinggi: Biaya untuk mempertahankan monopoli rempah dan melawan kerajaan lokal di Asia (seperti perlawanan Zamorin di Malabar dan kekalahan di Pertempuran Kolachel 1741 di Travancore) sangat tinggi, menguras kas perusahaan.

Rempah Tak Lagi Berharga: Permintaan rempah-rempah di Eropa mulai jenuh, sementara komoditas baru seperti teh, kopi, dan gula muncul. VOC terlambat beradaptasi, dan komoditas baru ini memiliki margin keuntungan yang jauh lebih kecil.

Krisis Struktural dan Korupsi
Periode 1680–1720 dikenal sebagai “pertumbuhan tanpa laba”. Secara kasat mata VOC tampak sibuk, namun secara finansial mereka hanya memutar uang tanpa keuntungan nyata.

Birokrasi dan Korupsi: Para pemimpin VOC bukan lagi pedagang ulung, melainkan birokrat yang korup. Gaji yang rendah memicu praktik gelap dan penyelewengan. Istilah “Vergaan Onder Corruptie” (Hancur Karena Korupsi) menjadi ejekan populer di Belanda.

Utang Besar: Meskipun keuntungan menyusut, para direktur (Heeren XVII) terus membagikan dividen tinggi demi menjaga kepercayaan pasar. Untuk menutup kekurangan, VOC mengandalkan utang jangka pendek dalam jumlah besar.

Pukulan Terakhir: Perang Inggris-Belanda Keempat

Titik balik kehancuran terjadi saat Perang Inggris-Belanda Keempat (1780–1784). Armada VOC dihancurkan dan banyak kapal dirampas Inggris, menyebabkan kerugian langsung sekitar 43 juta golden. Ini adalah pukulan yang tidak mampu diatasi lagi.

Setelah mempertimbangkan kerugian yang tak teratasi dan utang yang menumpuk, Pemerintah Belanda mengambil alih manajemen VOC. Secara resmi, VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799, mengakhiri riwayat kongsi dagang yang telah berdiri selama hampir dua abad.

Warisan VOC di Nusantara berupa jaringan perdagangan, infrastruktur, dan konflik antar budaya masih terasa hingga kini. Namun, di balik kemegahan asetnya, VOC menyisakan cerita kelam penindasan, monopoli, dan eksploitasi yang meninggalkan luka sejarah yang panjang.

Penulis : De

Editor : Nos

Sumber Berita : @kamarfilm

Berita Terkait

Laka di Perlintasan Tanpa Palang: Satu Tewas Disambar Logawa di Probolinggo
Pemkot Probolinggo Dorong Kelurahan Inklusif, Libatkan Australia dalam Isu Difabel
Pesugihan Kawin dengan Jin : Harta Melimpah, Begini Syarat dan Konsekuensinya
Ditjenpas Fokus Pengembangan Karir JF, PKP dan PP, Mekanisme Transparan dan Berbasis Kinerja
Membedah Misteri dan Legenda Gunung Semeru, Sang Paku Bumi Jawa
Harta Kekayaan Walikota Probolinggo Dr. Aminuddin Ungguli Gubernur Jatim Khofifah
Kisah Sukses Jagal Rambut di Kota Probolinggo, Tembus 40 Orang Sehari
Proyek Tugu Batas Kota Probolinggo Telan APBD Rp 384 Juta, DPRD : Seharusnya dari CSR !
Berita ini 11 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 21 November 2025 - 19:57 WIB

Laka di Perlintasan Tanpa Palang: Satu Tewas Disambar Logawa di Probolinggo

Jumat, 21 November 2025 - 19:25 WIB

Sejarah VOC, Kongsi Dagang Raksasa Dunia yang Akhirnya Karat Digerus Korupsi

Jumat, 21 November 2025 - 12:00 WIB

Pemkot Probolinggo Dorong Kelurahan Inklusif, Libatkan Australia dalam Isu Difabel

Kamis, 20 November 2025 - 22:32 WIB

Pesugihan Kawin dengan Jin : Harta Melimpah, Begini Syarat dan Konsekuensinya

Kamis, 20 November 2025 - 19:03 WIB

Ditjenpas Fokus Pengembangan Karir JF, PKP dan PP, Mekanisme Transparan dan Berbasis Kinerja

Berita Terbaru